Kontroversi Kasus Persetubuhan Anak di Sulawesi Tengah: Perudapaksaan atau Persetubuhan Bawah Umur?

Kasus persetubuhan anak 16 tahun berinisial RO oleh 11 pria dewasa di Kanipaten Parigi Mountong, Sulawesi Tengah memasuki fase baru.

L

NusaTren.com, Sulawesi Tengah – Kasus persetubuhan anak 16 tahun berinisial RO oleh 11 pria dewasa di Kanipaten Parigi Mountong, Sulawesi Tengah memasuki fase baru.

Pihak kepolisian daerah Sulawesi Tengah menyatakan bahwa ini bukanlah kasus Perudapaksaan, melainkan kasus persetubuhan di bawah umur.

Kapolda Sulteng Irjen Pol Agus Nugroho menjelaskan bahwa tindakan ini disebut sebagai persetubuhan anak di bawah umur karena para tersangka tidak melakukan tindakan tersebut secara paksa, melainkan melalui bujuk rayuan dan iming-iming.

Mereka melakukan tindakan tersebut secara individu, tanpa adanya paksaan, bahkan dengan janji pernikahan.

Dalam pandangan pakar hukum pidana, Abdul Fickar Hadjar dari Universitas Trisakti, istilah Perudapaksaan merujuk pada persetubuhan yang dilakukan secara paksa, baik terhadap wanita dewasa maupun anak-anak.

Berita Terkait   Berita Terkini! Mulai Tanggal 17 September Jalan Tol Belmera Berlaku Tarif Terbaru

Ia menjelaskan bahwa pemaksaan dalam Perudapaksaan bisa terjadi melalui perkataan verbal atau tindakan langsung.

Fickar menyatakan bahwa rayuan dan iming-iming yang ditawarkan pelaku kepada korban merupakan bentuk paksaan halus dalam konteks ekonomi.

Dalam kasus ini, terdapat unsur paksaan dalam kasus Perudapaksaan yang terjadi antara orang dewasa dan anak-anak.

Contohnya adalah ketimpangan dalam hubungan psikologis, ekonomi, dan hierarki dalam suatu organisasi.

Fickar menjelaskan bahwa selama terdapat pola relasi yang tidak seimbang, terdapat “unsur paksaan” minimal secara psikologis.